BAB
I
PENDAHULUAN
A.
RASIONAL
Pengembangan
kompetensi hidup memerlukan sistem layanan pendidikan di sekolah yang tidak
hanya mengandalkan layanan pembelajaran mata pelajaran/bidang studi dan
manajemen saja, tetapi juga layanan khusus yang lebih bersifat psikopedagogik,
yakni melalui bimbingan dan konseling. Berbagai aktivitas bimbingan dan
konseling dapat diupayakan untuk mengembangkan potensi dan kompetensi hidup
peserta didik/konseli yang efektif serta memfasilitasi mereka secara
sistematik, terprogram, dan kolaboratif agar setiap peserta didik/konseli
betul-betul mencapai kompetensi perkembangan atau pola perilaku yang
diharapkan.
Bimbingan
dan Konseling komprehensif merupakan kegiatan program Bimbingan dan Konseling
(BK) yang berguna untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi
dirinya secara optimal. BK komprehensif diberikan kepada semua peserta didik
dan tidak hanya berorientasi pada aspek pribadi melainkan pada semua aspek
peserta didik (Sutirna, 2013:66). Oleh karena itu, peserta didik berhak
mendapatkan layanan BK pada aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Dalam
memberikan layanan, guru BK terlebih dahulu melakukan analisis kebutuhan
peserta didik, agar layanan yang diberikan sesuai dengan kondisi peserta didik.
Dalam implementasi
Kurikulum 2013 terdapat muatan peminatan yang merupakan bagian dari struktur
kurikulum pada satuan pendidikan. Muatan peminatan meliputi peminatan akademik,
kejuruan, dan muatan pilihan lintas minat/pendalaman minat. Peminatan peserta
didik/konseli merupakan suatu proses pemilihan dan pengambilan keputusan oleh
peserta didik/konseli yang didasarkan atas pemahaman potensi diri dan peluang
yang ada.
B.
LANDASAN
Landasan pelaksanaan BK
diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan
Dasar dan Pendidikan Menengah beserta lampirannya, yaitu:
Kebudayaan Nomor 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan
Dasar dan Pendidikan Menengah beserta lampirannya, yaitu:
1.
Pasal 1
a.
ayat (1) Bimbingan dan Konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis,
dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru
Bimbingan dan Konseling untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik/Konseli
untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya.
b.
Ayat (2) Konseli adalah penerima layanan Bimbingan dan Konseling pada
satuan pendidikan.
c.
Ayat (3) Konselor adalah pendidik profesional yang berkualifikasi akademik
minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling dan telah
lulus pendidikan profesi guru Bimbingan dan Konseling/konselor.
d.
Ayat (4) Guru Bimbingan dan Konseling adalah pendidik yang berkualifikasi
akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling
dan memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan Konseling.
e.
Ayat (5) Satuan pendidikan adalah Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah
Dasar Luar Biasa (SD/MI/SDLB), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMP/MTs/SMPLB), Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMA/MA/SMALB),
dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan/Sekolah Menengah
Kejuruan Luar Biasa (SMK/MAK/SMKLB).
2.
Pasal 2, Layanan Bimbingan dan Konseling bagi Konseli pada satuan
pendidikan memiliki fungsi: a. pemahaman diri dan lingkungan; b. fasilitasi
pertumbuhan dan perkembangan; c. penyesuaian diri dengan diri sendiri dan
lingkungan; d. penyaluran pilihan pendidikan, pekerjaan, dan karir; e.
pencegahan timbulnya masalah; f. perbaikan dan penyembuhan; g. pemeliharaan
kondisi pribadi dan situasi yang kondusif untuk perkembangan diri Konseli; h.
pengembangan potensi optimal; i. advokasi diri terhadap perlakuan diskriminatif;
dan j. membangun adaptasi pendidik dan tenaga kependidikan terhadap program dan
aktivitas pendidikan sesuai dengan latar belakang pendidikan, bakat, minat,
kemampuan, kecepatan belajar, dan kebutuhan Konseli.
3.
Pasal 3, Layanan Bimbingan dan Konseling memiliki tujuan membantu Konseli
mencapai perkembangan optimal dan kemandirian secara utuh dalam aspek pribadi,
belajar, sosial, dan karir.
4.
Pasal 4, Layanan Bimbingan dan Konseling dilaksanakan dengan asas: a.
kerahasiaan sebagaimana diatur dalam kode etik Bimbingan dan Konseling; b.
kesukarelaan dalam mengikuti layanan yang diperlukan; c. keterbukaan dalam
memberikan dan menerima informasi; d. keaktifan dalam penyelesaian masalah; e.
kemandirian dalam pengambilan keputusan; f. kekinian dalam penyelesaian masalah
yang berpengaruh pada kehidupan Konseli; -4- g. kedinamisan dalam memandang
Konseli dan menggunakan teknik layanan sejalan dengan perkembangan ilmu
Bimbingan dan Konseling; h. keterpaduan kerja antarpemangku kepentingan
pendidikan dalam membantu Konseli; i. keharmonisan layanan dengan visi dan misi
satuan pendidikan, serta nilai dan norma kehidupan yang berlaku di masyarakat;
j. keahlian dalam pelayanan yang didasarkan pada kaidah-kaidah akademik dan
profesional di bidang Bimbingan dan Konseling; k. Tut Wuri Handayani dalam
memfasilitasi setiap peserta didik untuk mencapai tingkat perkembangan yang
optimal.
5.
Pasal 5, Layanan Bimbingan dan Konseling dilaksanakan berdasarkan
prinsip: a. diperuntukkan bagi semua dan tidak diskriminatif; b. merupakan
proses individuasi; c. menekankan pada nilai yang positif; d. merupakan
tanggung jawab bersama antara kepala satuan pendidikan, Konselor atau guru
Bimbingan dan Konseling, dan pendidik lainnya dalam satuan pendidikan; e.
mendorong Konseli untuk mengambil dan merealisasikan keputusan secara
bertanggungjawab; f. berlangsung dalam berbagai latar kehidupan; g. merupakan
bagian integral dari proses pendidikan; h. dilaksanakan dalam bingkai budaya
Indonesia; i. bersifat fleksibel dan adaptif serta berkelanjutan; j. dilaksanakan
sesuai standar dan prosedur profesional Bimbingan dan Konseling; dan k. disusun
berdasarkan kebutuhan Konseli.
6.
Pasal 6
a.
Ayat (1) Komponen layanan Bimbingan dan Konseling memiliki 4 (empat)
program yang mencakup: a. layanan dasar; b. layanan peminatan dan perencanaan
individual; c. layanan responsif; dan d. layanan dukungan sistem.
b.
Ayat (2) Bidang layanan Bimbingan dan Konseling mencakup: a. bidang
layanan pribadi; b. bidang layanan belajar; c. bidang layanan sosial; dan d.
bidang layanan karir.
c.
Ayat (3) Komponen layanan Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan bidang layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan
ke dalam program tahunan dan semester dengan mempertimbangkan komposisi dan
proporsi serta alokasi waktu layanan baik di dalam maupun di luar kelas.
d.
Ayat (4) Layanan Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) yang diselenggarakan di dalam kelas dengan beban belajar 2 (dua) jam
perminggu.
e.
Ayat (5) Layanan Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) yang diselenggarakan di luar kelas, setiap kegiatan layanan disetarakan
dengan beban belajar 2 (dua) jam perminggu.
7.
Pasal 7
a.
Ayat (1) Strategi layanan Bimbingan dan Konseling dibedakan atas: a.
jumlah individu yang dilayani; b. permasalahan; dan c. cara komunikasi layanan.
b.
Ayat (2) Strategi layanan Bimbingan dan Konseling berdasarkan jumlah
individu yang dilayani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan
melalui layanan individual, layanan kelompok, layanan klasikal, atau kelas
besar.
c.
Ayat (3) Strategi layanan Bimbingan dan Konseling berdasarkan permasalahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui pembimbingan,
konseling, atau advokasi.
d.
Ayat (4) Strategi layanan Bimbingan dan Konseling berdasarkan cara
komunikasi layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan
melalui tatap muka atau media.
8.
Pasal 8
a.
Ayat (1) Mekanisme layanan Bimbingan dan Konseling meliputi: a. mekanisme
pengelolaan; dan b. mekanisme penyelesaian masalah.
b.
Ayat (2) Mekanisme pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan langkah-langkah dalam pengelolaan program Bimbingan dan Konseling
pada satuan pendidikan yang meliputi langkah: analisis kebutuhan, perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut pengembangan program.
c.
Ayat (3) Mekanisme penyelesaian masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b merupakan langkah-langkah yang dilakukan oleh Konselor dalam pelayanan
Bimbingan dan Konseling kepada Konseli atau peserta didik yang meliputi
langkah: identifikasi, pengumpulan data, analisis, diagnosis, prognosis,
perlakuan, evaluasi, dan tindak lanjut pelayanan.
d.
Ayat (4) Program Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dievaluasi untuk mengetahui keberhasilan layanan dan pengembangan program
lebih lanjut.
9.
Pasal 9
a.
Ayat (1) Layanan Bimbingan dan Konseling pada satuan pendidikan dilakukan
oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling.
b.
Ayat (2) Tanggung jawab pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling pada
satuan pendidikan dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling.
c.
Ayat (3) Pada satuan pendidikan yang mempunyai lebih dari satu Konselor
atau Guru Bimbingan dan Konseling kepala satuan pendidikan menugaskan seorang
koordinator.
d.
Ayat (4) Tanggung jawab pengelolaan program layanan Bimbingan dan
Konseling pada satuan pendidikan dilakukan oleh kepala satuan pendidikan.
e.
Ayat (5) Dalam melaksanakan layanan, Konselor atau Guru Bimbingan dan
Konseling dapat bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan di dalam dan
di luar satuan pendidikan.
f.
Ayat (6) Pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mendukung
pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling yang dilakukan dalam bentuk antara
lain: mitra layanan, sumber data/informasi, konsultan, dan narasumber melalui
strategi layanan kolaborasi, konsultasi, kunjungan, ataupun alih-tangan kasus.
10.
Pasal 10
a.
Ayat (1) Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling pada SD/MI atau yang
sederajat dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling.
b.
Ayat (2) Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling pada SMP/MTs atau yang
sederajat, SMA/MA atau yang sederajat, dan SMK/MAK atau yang sederajat
dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dengan rasio satu
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling melayani 150 orang Konseli atau
peserta didik.
11.
Pasal 11
a.
Ayat (1) Guru Bimbingan dan Konseling dalam jabatan yang belum memiliki
kualifikasi akademik Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan
konseling dan kompetensi Konselor, secara bertahap ditingkatkan kompetensinya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b.
Ayat (2) Calon Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling harus memiliki
kualifikasi akademik Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan
konseling dan telah lulus pendidikan profesi Guru Bimbingan dan
Konseling/Konselor.
12.
Pasal 12
a.
Ayat (1) Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling menggunakan Pedoman Bimbingan
dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah yang tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.
b.
Ayat (2) Pedoman Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) perlu diatur lebih rinci dalam bentuk panduan operasional layanan Bimbingan
dan Konseling.
c.
Ayat (3) Panduan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun
dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar atau Direktur Jenderal
Pendidikan Menengah sesuai dengan kewenangannya.
13.
Pasal 13 Semua ketentuan tentang bimbingan dan konseling pada pendidikan
dasar dan pendidikan menengah dalam Peraturan Menteri yang sudah ada sebelum
Peraturan Menteri ini berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
C. PEMINATAN
PESERTA DIDIK DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
Peminatan adalah salah satu ciri khas kurikulum 2013.
Penyelenggaraan peminatan di SMK (sebelum kurikulum 2013) terdapat program
penjurusan peserta didik. Program penjurusan di SMK dilaksanakan bersamaan
dengan penerimaan siswa baru. Sebagaimana dikemukakan di dalam Pedoman
Peminatan Peserta Didik (2013), peminatan peserta didik dapat diartikan:
1.
Suatu pembelajaran berbasis minat
peserta didik sesuai kesempatan belajar yang ada dalam satuan pendidikan
2.
Suatu proses pemilihan dan penetapan
peminatan peserta didik pada kelompok mata pelajaran, lintas mata pelajaran,
dan pendalaman mata pelajaran (akademik atau vokasi) yang ditawarkan oleh
satuan pendidikan
3.
Suatu proses pengambilan pilihan dan
keputusan oleh peserta didik tentang peminatan kelompok mata pelajaran,
peminatan lintas mata pelajaran, peminatan pendalaman mata pelajaran (akademik
atau vokasi) yang didasarkan atas pemahaman potensi diri dan peluang yang
diselenggarakan pada satuan pendidikan
4.
Suatu proses yang berkesinambungan
untuk memfasilitasi peserta didik mencapai keberhasilan proses dan hasil
belajar serta perkembangan optimal dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
nasional.
Peminatan Kejuruan adalah program
kurikuler yang disediakan untuk mengakomodasi pilihan minat, bakat dan/atau
kemampuan vokasional peserta didik dengan orientasi penguasan kelompok mata
pelajaran kejuruan. Peminatan peserta didik dalam penyelenggaraan pendidikan
tidak sebatas pemilihan dan penetapan saja, namun juga termasuk adanya langkah
lanjut, yaitu pendampingan, pengembangan, penyaluran, evaluasi dan tindak
lanjut. Peserta didik dapat memilih secara tepat tentang peminatannya apabila
memperoleh informasi yang memadai atau relevan, memahami secara mendalam
tentang potensi dirinya, baik kelebihan maupun kelemahanya. Pendampingan
dilakukan melalui proses pembelajaran yang mendidik dan terciptanya suatu
kondisi lingkungan pembelajaran yang kondusif. Penciptaan kondisi lingkungan
pembelajaran yang kondusif dilakukan oleh guru mata pelajaran bersama guru
bimbingan dan konseling/konselor serta kebijakan kepala sekolah dan layanan
administrasi akademik yang mendukung.
Pengembangan dalam arti bahwa adanya
upaya yang dilakukan untuk penyaluran dan pengembangan potensi peserta didik,
misalnya dilakukan melalui magang, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik
antara sekolah dengan pihak lain terkait. Kerjasama dan sinergi kerja antar
personal sekolah secara baik, persiapan/penataan kerja secara baik pula di
setiap satuan pendidikan dapat menjadi fasilitas pendukung pembelajaran.
Penciptaan penghormatan eksistensi bidang keahlian suatu profesi satu dengan
profesi lainnya dalam satuan pendidikan sangat diperlukan dalam rangka
profesionalitas kerja. Peminatan adalah proses yang berkesinambungan, peminatan
harus berpijak pada kaidah-kaidah dasar yang secara eksplisit dan implisit,
terkandung dalam kurikulum (pemahaman tentang peminatan lihatlah Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 64 tahun 2014 tentang Peminatan pada
Pendidikan Menengah).
Peminatan peserta didik di SMK
dengan demikian merupakan suatu proses pengambilan pilihan dan keputusan oleh
peserta didik dalam bidang studi keahlian, program studi keahlian, dan
kompetensi keahlian yang didasarkan atas pemahaman potensi diri dan peluang
yang ada. Dalam konteks ini, bimbingan dan konseling membantu peserta didik
untuk memahami diri, menerima diri, mengarahkan diri, mengambil keputusan diri,
merealisasikan keputusannya secara bertanggung jawab.
Kegiatan peminatan di SMK objek yang
dimaksudkan adalah bidang studi keahlian, program studi keahlian, dan
kompetensi keahlian. Peserta diberi kesempatan untuk memilih sesuai dengan
potensi yang dimiliki dan kesempatan yang ada. Peminatan di SMK meliputi
peminatan akademik, peminatan vokasi dan peminatan lanjutan studi. Peminatan
akademik berkenaan dengan minat bekerja atau kuliah sesuai dengan pilihan mata
pelajaran, lintas mata pelajaran/kejuruan dan pendalaman mata pelajaran di SMK,
peminatan vokasional berkenaan dengan arah pekerjaan/karir; jenjang
teknis/analis profesi atau ahli, dan peminatan lanjutan studi berkenaan dengan
Fakultas dan program studi yang ada di Perguruan Tinggi. Aspek yang perlu
dipertimbangkan dalam melakukan pemilihan dan penetapan peminatan peserta didik
di SMK meliputi prestasi belajar, prestasi nonakademik, nilai ujian nasional,
pernyataan minat peserta didik, cita-cita, perhatian orang tua dan deteksi
potensi peserta didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar